Pengertian Narkoba – Narkoba berasal dari gabungan kata narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, yang disingkat menjadi narkoba. Berdasarkan UU Narkotika Pasal 1 Ayat 1, narkotika dinyatakan sebagai zat dari tanaman atau buatan yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran hingga menyebabkan kecanduan.
Selain pengertian narkoba, ada juga akronim napza yang diperkenalkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Napza memiliki kepanjangan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Istilah narkoba maupun napza, keduanya mengacu kepada senyawa atau kelompok senyawa yang memiliki risiko ketergantungan ketika disalahgunakan.
Narkoba berasal dari gabungan kata narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya, yang disingkat menjadi narkoba.
Keberadaan narkoba bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, beberapa jenis narkoba mempunyai manfaat medis.
Apabila dipergunakan dengan bijak dibawah pengawasan yang dapat dipertanggungjawabkan, beberapa jenis narkoba bermanfaat sebagai anastesi dan obat penenang bagi penderita gangguan jiwa.
Narkoba dapat dimanfaatkan dalam terapi medis karena memiliki karakteristik yang unik. Beberapa jenis narkoba memiliki khasiat psikoaktif. Apabila masuk ke dalam tubuh manusia, zat psikoaktif dapat mempengaruhi susunan saraf pusat.
Karena karakteristiknya ini, narkoba sering disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Narkoba digunakan dan diedarkan secara ilegal, tanpa pengawasan yang dapat dipertanggungjawabkan, hingga merusak dan merugikan orang banyak. Narkoba pun memiliki stigma negatif hingga cap buruk dari masyarakat.
Penyalahgunaan narkoba seperti itu sangat bertentangan dengan hukum di Indonesia. Perilaku penyalahgunaan narkoba telah diatur dalam undang-undang, sehingga pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana hingga hukuman mati.
Artikel Terkait : Pengertian Nasionalisme
Content
Sejarah Narkoba
Zat narkotika sendiri diperkirakan pertama kali ditemukan tahun 2000 SM di Samaria, Asia bagian Barat. Narkotika yang paling pertama diketahui oleh manusia adalah sari bunga opion (opium) dari tanaman candu. Bunga opion pada saat itu tumbuh subur di ketinggian 500 meter diatas permukaan laut.
Sejak ditemukan, sari bungan opion pun menyebar ke wilayah Asia lainnya. Persebarannya tidak terbatas hanya di Asia, melainkan sampai ke lintas benua.
Tahun 1806, seorang dokter bernama Friedrich Wilheim menemukan zat morfin yang merupakan modifikasi antara candu dicampur dengan amonia. Penamaan morfin diambil dari nama dewa Yunani Kuno yaitu Morphius. Dalam mitologi Yunani Kuno, Morphius dikenal sebagai dewa mimpi.
Disaat yang sama, pada tahun 1806 pecah perang saudara di Amerika. Morfin temuan Dr. Wilheim digunakan oleh para tentara untuk menghilangkan rasa sakit akibat luka-luka peperangan.
Tujuh dekade kemudian, tepatnya tahun 1874, ahli kimia Alder Wright dari London melakukan percobaan terhadap morfin.
Wright merebus cairan morfin dengan asam anhidrat. Cairan asam anhidrat ini ditemukan dari tanaman sejenis jamur.
Wright kemudian mengujicobakan cairan rebusan tersebut kepada seekor anjing. Hasilnya, anjing memberikan reaksi ketakutan, tiarap, mengamuk hingga muntah-muntah.
Artikel Terkait : Pengertian Zakat
Sejarah Narkotika di Indonesia
Penyebaran narkotika di Indonesia, terutama jenis opium, sudah terjadi jauh sebelum Perang Dunia II. Penyebaran opium dibawa ke Indonesia pada masa penjajahan Belanda.
Pada masa itu, Pemerintah Belanda pernah melegalkan penggunaan opium atau candu dengan cara dihisap, namun terbatas di tempat tertentu. Pengadaan candu pun diijinkan dan diatur berdasarkan undang-undang (Verdovende Middelen Ordonnantie) yang berlaku tahun 1927.
Ketika Jepang menggantikan posisi Belanda di Indonesia, penggunaan candu menjadi dilarang. Pemerintahan Jepang di Indonesia tidak memberlakukan undang-undang zaman Belanda yang melegalkan candu.
Hal ini berlanjut hingga Indonesia meraih kemerdekaan di tahun 1945. Pemerintah Indonesia menyusun perundang-undangan menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance).
Undang-Undang yang mengatur hal tersebut adalah State Gazette No. 419, 1949. Menteri Kesehatan diberikan wewenang untuk mengatur obat-obatan berbahaya.
Penyalah Gunaan Narkotika pada Tahun 1970
Bencana penyalahgunaan narkotika menjadi masif di tahun 1970. Kala itu, perang Vietnam sedang mencapai puncaknya. Penyalahgunaan narkotika di Amerika Serikat kian meluas dan anak-anak muda menjadi korbannya. Hampir di semua negara terjadi kasus penyalahgunaan narkoba yang mengorbankan generasi muda, termasuk Indonesia.
Keadaan bahaya skala internasional tersebut membuat pemerintah Indonesia mengambil langkah penyelamatan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No 6 Tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi yang dikenal dengan BAKOLAK INPRES 6/71.
BAKOLAK INPRES 6/17 bertugas untuk mengatur hal-hal mengenai penanggulangan tindakan yang dapat mengancam keamanan negara. Kegiatan penyelundupan, pemalsuan uang, kenakalan remaja, kegiatan subversif, pengawasan terhadap orang asing, hingga bahaya narkotika diawasi oleh badan koordinasi tersebut.
Perubahan sosial disertai dengan kemajuan teknologi membuat penerapan Undang-Undang Tahun 1927 warisan Belanda tidak sesuai lagi. Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No 9 Tahun 1967 tentang Narkotika sebagai gantinya.
Tahun 1997, pemerintah merevisi UU No 9 Tahun 1967. Dikeluarkanlah Undang-Undang Anti Narkotika No 22 Tahun 1997 dan UU Psikotropika No 5 Tahun 1997. Kedua undang-undang tersebut mengatur sanksi-sanksi berbagai bentuk penyalahgunaan narkoba.
Tahun 2009 pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. UU No 35 Tahun 2009 ini merupakan bentuk pembaruan dari UU No 22 Tahun 1997.
Artikel Terkait : Pengertian Kebudayaan
Klasifikasi Zat Narkoba
Narkoba yang terdiri dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, diatur penggunaannya dalam beberapa undang-undang. Ketiga zat ini juga memiliki klasifikasi untuk membedakannya berdasarkan kekuatan efek yang diberikan kepada tubuh manusia.
Klasifikasi pertama dimulai dari narkotika. Ketentuan terbaru mengenai narkotika di Indonesia diatur dalam UU No 35 Tahun 2009. Dalam Undang-Undang tersebut dirinci secara detail mengenai seluk beluk dan hukum yang menyelimuti penggunaan hingga penyalahgunaan narkotika.
Pasal 6 dalam UU No 35 Tahun 2009 mengatur mengenai tiga penggolongan terhadap zat narkotika. Ketiga penggolongan tersebut didasarkan pada risiko tingkat ketergantungannya. Masing-masing golongan narkotika yaitu:
- Narkotika Golongan I
Zat narkotika yang termasuk dalam golongan I hanya dapat diperuntukkan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, seluruh narkotika golongan I tidak boleh digunakan untuk terapi medis.
Narkotika golongan I memiliki karakteristik khusus sehingga dilarang penggunaannya untuk terapi medis. Narkotika golongan I berpotensi sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan, sehingga hanya boleh digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
- Narkotika Golongan II
Dalam penjelasan Pasal 6 Ayat 1 huruf (b) UU No 35 Tahun 2009, narkotika golongan II dikatakan memiliki khasiat pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir untuk terapi medis. Narkotika golongan II dapat digunakan untuk terapi medis, namun hanya jika tidak ada pilihan lain untuk menggantikannya.
Walaupun diperbolehkan sebagai pilihan terakhir untuk terapi medis, narkotika golongan II tetap memiliki potensi ketergantungan yang tinggi. Narkotika dalam golongan ini tetap dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.
- Narkotika Golongan III
Golongan III merupakan golongan terakhir dalam narkotika. Zat narkotika yang diklasifikasikan ke dalam golongan III memiliki khasiat pengobatan dengan risiko ketergantungan yang paling rendah diantara ketiga golongan yang ada.
Lebih lanjut, penjelasan Pasal 6 Ayat 1 Huruf (c) UU No 35 Tahun 2009 menyatakan bahwa narkotika golongan III dapat dimanfaatkan dalam terapi medis serta untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Pengunaannya ini tetap harus dilakukan dibawah pengawasan sesuai prosedur yang tidak melanggar hukum.
Selain penggolongan dalam Pasal 6 Ayat 1 UU No 35 Tahun 2009, narkotika juga dapat digolongkan berdasarkan cara memperolehnya. Narkotika dapat diperoleh dengan cara alami melalui tumbuhan, maupun dengan proses kimia. Ada juga proses pengolahan dengan menggabungkan proses alami dan kimia.
Artikel Terkait : Pengertian Komunikasi
Narkoba Jenis Berdasarkan Jenis & Bentuknya
- Ganja
- Heroin
- Morfin
- Kokain
- Crack Cocaine
- Kodein
- Opium
- Barbiturat
- Metadon (MTD)
- Flakka
- Tembakau Gorila
- Tabs (LSD)
- Hashish
- Mescaline
- Sabu – Sabu
- Ekstasi
- Sedatif – Hipnotik
- Nipam
- Angel Dust
- Speed
- Demerol
- Lexotan
- Alkohol
- Nikotin
- Kafein
- Ketamine
- DXM
- Calmlet
- Valium
- Xanax
Narkotika Berdasarkan Jenis Memperolehnya
Berdasarkan penjelasan pengertian narkoba di situs resmi BNN (Badan Narkotika Nasional) Republik Indonesia, Narkotika dapat diperoleh dengan cara alami, sintetis maupun semi sintetis. Berikut penjelasannya.
- Narkotika Jenis Alami
Zat narkotika yang masuk ke dalam jenis alami dihasilkan dari proses yang sederhana. Ganja dan kokain adalah dua contoh narkotika yang masuk dalam jenis alami.
Karena kandungan dalam narkotika jenis alami masih kuat, jenis ini umumnya tidak digunakan untuk tujuan terapi medis. Jika disalahgunakan, zat narkotika jenis alami dapat mengakibatkan dampak buruk bagi kesehatan, hingga menyebabkan kematian.
- Narkotika Jenis Semi Sintetis
Jenis semi sintetis merupakan narkotika yang diambil dari bahan alami, namun proses pengolahannya sedikit lebih rumit. Proses isolasinya dapat berupa ekstraksi maupun cara lain.
Berbeda dari narkotika jenis alami, semi sintetis tidak dapat dihasilkan hanya dengan pengolahan sederhana, harus ada proses lanjutan untuk mengolahnya. Contoh beberapa zat narkotika jenis semi sintetis antara lain morfin, heroin dan kodein.
- Narkotika Jenis Sintetis
Narkotika jenis terakhir adalah kelompok zat sintetis, jenis ini didapatkan dengan pengolahan yang sangat rumit. Jenis ini memiliki pengolahan paling rumit diantara ketiga jenis penggolongan narkotika.
Beberapa narkotika jenis sintetis dimanfaatkan untuk tujuan pengobatan medis serta penelitian demi pengembangan ilmu pengetahuan. Amfetamin, metadon dan deksamfetamin adalah tiga contoh narkotika dari jenis sintetis.
Pembagian Psikotropika
Sementara itu, zat psikotropika diatur dalam UU No 5 Tahun 1997. Sama halnya dengan narkotika, psikotropika dibagi menjadi empat golongan. Keempat golongan tersebut yaitu:
- Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang termasuk dalam golongan I dikategorikan sebagai psikoaktif yang amat kuat. Zat psikotropika golongan ini memiliki potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan kuat, sehingga tidak digunakan untuk terapi medis.
Psikotropika golongan I hanya dapat digunakan terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Penggunaannya pun harus dibawah pengawasan yang dipertanggungjawabkan agar tidak terjadi penyalahgunaan.
- Psikotropika Golongan II
Psikotropika golongan II juga memiliki potensi menyebabkan sindrom ketergantungan yang kuat, namun lebih lemah daripada golongan I. Zat yang termasuk dalam psikotropika golongan II dapat digunakan untuk tujuan pengobatan.
Selain itu, psikotropika golongan II juga dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Pemanfaatannya tetap harus berada di bawah pengawasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Psikotropika Golongan III
Golongan III diisini oleh zat-zat psikotropika yang banyak digunakan dalam terapi medis dan untuk tujuan penggunaan ilmu pengetahuan. Psikotropika jenis ini umum ditemukan di rumah sakit sebagai bagian dari terapi medis.
Walaupun umum digunakan, zat psikotropika golongan III tetap memiliki potensi menimbulkan ketergantungan. Namun, efeknya tidak sekuat golongan II dan I.
- Psikotropika Golongan IV
Golongan IV adalah kategori terakhir dalam pengklasifikasian zat-zat psikotropika. Psikotropika dalam golongan IV dimanfaatkan sangat luas dalam terapi medis serta pengembangan ilmu pengetahuan. Zat-zat psikotropika jenis ini sangat mudah ditemukan di berbagai rumah sakit.
Psikotropika golongan IV mengakibatkan efek ketergantungan paling ringan diantara golongan-golongan lain. Karena itu, psikotropika dalam golongan ini paling banyak digunakan untuk membantu terapi medis, terutama dalam anastesi pasien.
Zat terakhir yang termasuk ke dalam narkoba adalah zat adiktif. Zat adiktif adalah bahan atau zat yang dapat menimbulkan ketagihan apabila dikonsumsi secara rutin. Kata adiktif sendiri memiliki arti: (1) bersifat kecanduan; dan (2) bersifat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya.
Contoh zat adiktif antara lain alkohol, nikotin dan kafeina. Ketiga zat tersebut sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Alkohol marak dijumpai dalam bentuk minuman keras. Nikotin secara alami berada pada tembakau yang digunakan sebagai rokok. Sedangkan kafeina, lebih dikenal sebagai kafein, dapat ditemukan dalam kopi dan teh.
Apabila penggunaannya disalahgunakan, zat yang akrab dengan masyarakat ini justru dapat memberikan dampak buruk. Zat adiktif yang dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengakibatkan kecanduan. Apabila dikonsumsi diluar batas wajar, zat adiktif bahkan mengancam keselamatan jiwa.
Bahaya Narkoba
Pengertian narkoba dalam penjelasan UU No 35 Tahun 2009, dinyatakan bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merugikan masyarakat, terutama generasi penerus bangsa. Penggunaan narkoba secara ilegal bahkan membahayakan kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang berujung pada melemahnya ketahanan nasional.
Penggunaan narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya secara ilegal dapat menimbulkan banyak dampak negatif. Beberapa dampak buruk dari narkoba antara lain:
- Dehidrasi
Keseimbangan elektrolit dalam tubuh menjadi terganggu karena penggunaan narkoba yang tidak mengindahkan aturan medis. Terganggunya keseimbangan elektrolit memunculkan gejala dehidrasi.
Apabila tidak ditangani, dehidrasi berkelanjutan menimbulkan dampak yang sangat serius. Tubuh kejang-kejang, sesak di dada, hingga kerusakan otak bisa saja menyerang.
- Halusinasi
Dampak halusinasi sering dirasakan oleh orang yang menyalahgunakan narkoba jenis ganja. Orang-orang yang menyalahgunakan ganja dengan cara mengonsumsinya dapat terjebak pada halusinasi ringan, hingga yang mengancam keselamatan.
Efek halusinasi bisa meluas menjadi gangguan kecemasan yang disertai dengan muntah dan mual. Penggunanya juga bisa mengalami rasa takut berlebih, sehingga menambah kecemasan.
- Menurunkan kesadaran
Beberapa jenis narkotika ada yang digunakan sebagai obat bius sebelum tindakan medis. Ketika narkotika ini disalahgunakan, pemakainya akan mendapatkan efek negatif penurunan kesadaran drastis.
Penurunan kesadaran yang tidak terkontrol membuat pemakainya terus-terusan tertidur dan tidak bangun. Kehilangan kesadaran membuat koordinasi tubuh tubuh terganggu serta sering bingung. Pada taraf yang lebih tinggi, penggunanya bahkan bisa kehilangan ingatan sehingga sulit mengenali lingkungan sekitar.
- Gangguan kualitas hidup
Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan berbagai dampak negatif seperti dehidrasi, halusinasi, hingga penurunan kesadaran. Dalam jangka panjang, hal-hal seperti ini akan menurunkan kualitas hidup.
Keadaan tubuh yang dehidrasi terus-menerus dapat menggangu fungsi organ tubuh. Halusinasi dan penurunan kesadaran akan mengganggu aktivitas manusia dengan lingkungan sekitarnya.
- Kematian
Efek ini adalah dampak paling buruk yang menghantui kegiatan penyalahgunaan narkoba. Penggunaan narkoba secara ilegal tanpa dosis yang jelas rentan terhadap kejadian overdosis yang mengancam nyawa.
Selain itu, penurunan kualitas hidup luar dan dalam perlahan-lahan akan berujung pada kematian. Nyawa menjadi taruhan ketika melakukan penyalahgunaan narkoba.
- Sanksi pidana
Penyalahgunaan narkoba sendiri telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia. Pelaku penyalahgunaan narkoba dapat ditangkap dan dipidana dengan hukuman berat, hingga pidana mati.
Tingginya risiko dan bahaya penyalahgunaan narkoba membuat masyarakat sebaiknya bijak menyikapinya. Penyalahgunaan narkoba sudah seharusnya dihindari, mengingat narkoba memberikan dampak buruk apabila digunakan secara ilegal.
Hasil pencarian :
Jenis-jenis narkoba, bahaya narkoba, materi narkoba, pengertian narkotika dan psikotropika, pengertian narkoba di kalangan remaja.